WhatsApp Image 2022-10-24 at 13.41.40

Ini Cerita Budayawan Rote Ndao tentang Bahoruk Dimasa Lampau

Atraksi Budaya Bahoruk atau Pukul Kaki, sebuah tradisi budaya Kabupaten Rote Ndao yang tengah diikutsertakan dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Awards tahun 2022 yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata RI. Ajang Nasional ini menjadi momentum peningkatan pariwisata dan budaya daerah lewat promosi bertaraf internasional sehingga semakin populer dan dikenal.

Pemerintah Kabupaten Rote Ndao telah mengupayakan berbagai kebijakan agar salah satu aset budaya ini bisa menjadi yang terbaik di API Award tahun ini. Pemda Rote Ndao berharap dukungan yang diberikan pada Bahoruk mampu menembus peringkat terbaik.

Pemda Rote Ndao kembali menyelenggarakan Tourism Virtual Meeting Bahoruk, senin (24/10/22) yang diikuti seluruh perangkat daerah dan masyarakat Rote Ndao. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman publik tentang tradisi masyarakat Kabupaten Rote Ndao yang satu ini. Kegiatan dikemas dalam diskusi dan pemaparan materi terkait sejarah Bahoruk dan kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung pelestarian dan pengembangan atraksi budaya ini.

Tampil sebagai Key Not Speaker Wakil Bupati Rote Ndao Stefanus M. Saek,SE, M.Si bersama Narasumber Tokoh Budaya Rote Ndao Nehemia Faah dan pimpinan Bank NTT Cabang Rote Ndao Sender Dewa Lele dan dimoderatori Belina Rahelea Kaseh. Kegiatan diawali dengan pemutaran Video Dokumenter Bahoruk. Mengisahkan cerita rakyat tentang asal mula Bahoruk. Berawal dari dua orang warga yang sedang mengurus ternak peliharaannya. Keduanya berteduh dibawah sebuah pohon dan bercerita sambil memperhatikan ternak masing-masing.
Tiba-tiba muncul ide seorang temannya untuk mengetes kekuatan kaki sebagai seorang penggembala ternak. Ia memukul menggunakan sebuah kayu rotan. Gayung bersambut, mereka saling berbalas-balasan memukul kaki. Mereka semakin tertantang satu dengan yang lain untuk melakukan pukul kaki ini.

Yang menarik adalah kondisi tersebut sama skali tidak menimbulkan saling marah diantara keduanya. Bahkan mereka saling memberikan semangat dalam melakukan pukul kaki menggunakan sebilah rotan tersebut. Akhirnya kebiasaan pukul kaki ini terpelihara hingga sekarang, telah menjadi sebuah tradisi masyarakat dan dikenal dengan sebutan yang familiar yakni Bahoruk.

Tokoh Budaya Rote Ndao Nehemia Faah juga mengisahkan pada zaman dulu hidup dua orang dua orang pengembala ternak yang saling bersahabat satu dengan lain. Dua orang ini bernama Praingirau dan Makalesi Rai. Mereka berasal dari Landu tepatnya Kecamatan Landu Leko. Keduanya memiliki perbedaan fisik yang cukup mencolok dengan Makalesi Lai memiliki postur tubuh yang besar sementara sahabatnya Praingirau dengan tubuh yang kecil an kurus. Disuatu siang keduanya sementara santai dalam aktivitas pengembalaan ternaknya, mereka saling mengejek. Makalesi Lai berkata kepada Praingirau ” betis kecil seperti yang engkau punya ini kalau saya pukul pasti patah dan hancur lebur’. Praingirau membalas dengan berkata ‘ walaupun badanmu besar kalau betismu saya pukul pasti terluka parah sehingga kau tidak bisa berdiri dan jalan lagi”. Kemudian keduanya sepakat untuk membuktikan perkataan mereka masing-masing. Usai melakukan pukul kaki kedua sahabat tersebut dengan wajah riang dan penuh persahabatan lalu meninggalkan tempat tersebut kembali menggembalakan ternak mereka. Cerita ini yang kini populer dikenal dengan nama Bahoruk atau Pukul Kaki. Tradisi budaya masayarakat yang terus dijaga kelestariannya dan berkesempatan ambil bagian dalam Ajang API Awards tahun 2022.

Sebagai pemerhati budaya, Nehemia Faah berharap adanya dukungan dalam pengembangan kelestarian budaya seperti ini. Pemerintah Daerah, kata Nehemia perlu membuat sebuah aturan yang menegaskan aparatur sampai ke tingkat desa dan kelurahan agar proaktif mendukung sanggar budaya yang ada sehingga mampu melestarikan budaya daerah.

” Desa dan kecamatan yang belum memiliki sanggar budaya agar segera membentuknya. Karena sanggar seni dan budaya merupakan wadah untuk mendata dan menata masyarakat seni budaya di wilayah kerjanya masing-masing. Pengurus sanggar wajib mendata ungkapan-ungkapan adat tradisional, permainan rakyat dan cerita rakyat beserta syair Rote Ndao yang saat ini tidak semua orang mampu melakukannya,” harap Nehemia.

Ia juga meminta agar membukukan warisan budaya dan dijadikan mata pembelajaran dan pengetahuan bagi generasi yang akan datang. Serta perlu dukungan pemerintah daerah dalam mengembangkan seni dan budaya ditingkat desa, kelurahan dan sekolah.(Bidkom-DKISP)