Pemerintah masih terus berupaya mengantisipasi disparitas pangan antar wilayah sekaligus mengendalikan inflasi sampai ke daerah-daerah. Kementerian Dalam Negeri bersama instansi terkait dan Pemerintah Daerah se-Indonesia melakukan rapat koordinasi secara virtual, senin (24/10/22). Untuk membahas berbagai strategi dan kebijakan yang telah diambil dalam rangka mengendalikan inflasi di daerah.
Bupati Rote Ndao Paulina Haning-Bullu,SE diwakili Sekretaris Daerah Drs. Jonas M. Selly,MM bersama Forkompinda Kabupaten Rote Ndao mengikuti rapat koordinasi ini secara virtual dari ruang Vicon Kantor Bupati Rote Ndao.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan saat ini sudah ada sistem pemantauan yang riil time untuk mengetahui harga pangan. Sehingga setiap saat pemantauan dapat dilakukan secara terus menerus. Ia mengakui banyak problem yang timbul di daerah terkait inflasi. Dan pihaknya berharap inflasi dijadikan sebagai isu prioritas oleh daerah serta ada sinergi antar semua stakeholder.
Solusi pengendalian inflasi, kata Menteri Tito adalah dengan komunikasi publik yang baik sehingga masyarakat tidak menjadi panik, mengaktifkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), mengaktifkan Satgas Pangan Daerah, BBM Subsidi tepat sasaran, melakukan Gerakan Penghematan Energi, Gerakan Tanam Pangan Panen Cepat, kerja sama antar daerah, intensifkan jaring pengaman sosial dan penyempaian informasi terkait perkembangan inflasi/deflasi ke daerah-daerah.
Tingkat inflasi Indonesia pada September 2022 sebesar 5,59 persen. Artinya Indonesia sampai saat ini masih bisa mempertahankan inflasi dibawah 6 persen. Komoditas penyumbang inflasi yakni beras sebesar 1,45 persen. Sementara deflasi terjadi pada beberapa komoditas termasuk di NTT yakni bawang merah dan cabai.
Sementara Kepala Badan Pusat Statistik Dr. Margo Yuwono mengatakan perlu terus dilakukan pemantauan untuk mengetahui disparitas harga antar wilayah serta veriasinya dalam satu wilayah tertentu.
” (Pemantauan) untuk kita bisa mengetahui itu dan bisa mengendalikan dan jaga. Sebagai catatan dari kami”, ungkapnya.
Dalam pengamatannya terkait inflasi dan deflasi yang terjadi di daerah, BPS mengeluarkan beberapa rekomendasi. Pertama, katanya adalah dengan prinsip satu data Indonesia maka seluruh kementerian, lembaga dan Pemda perlu mensinergikan kepemilikan data yang terkait dengan data harga, stok atau produksi sebagai indikator kinerja pengendalian inflasi. Kedua, diseminasi indikator kinerja pengendalian inflasi perlu dilakukan secara berkala dalam rangka merancang program kerja yang lebih tepat oleh TPIP dan TPID. Ketiga, sejalan dengan Inflasi Bahan Pangan yang cenderung terus memberikan andil inflasi/deflasi serta sesuai dengan gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan maka ditetapkan 20 komoditas bahan pangan terpilih yang akan dijadikan patokan kinerja pengendalian inflasi oleh TPIP dan TPID.
Lanjutnya, dalam rangka mendiseminasikan indikator kinerja pengendalian inflasi yang lebih terukur dan berkesinambungan pihaknya akan merilis tiga indikator kinerja pengendalian inflasi yakni Indeks Perkembangan Harga, Indeks Disparitas Harga Harga Antar Wilayah dan Koefisien Variasi Harga Mingguan.
” Sehingga pada penyediaan data untuk tiga indikator kinerja tersebut harus dilakukan dengan kolaborasi antar kementerian, lembaga dan pemerintah daerah khususnya pada penyediaan data (berbagi pakai), pengolahan dan analisis serta diseminasinya,” jelasnya.
Dari survey BPS, meski terjadi inflasi di daerah tapi secara nasional ada terjadi deflasi di dua kabupaten di Provinsi Papua yakni Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mimika.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menambahkan secara ketersediaan seluruh komoditas pangan terpenuhi. Untuk itu perlu mempersiapkan saran dan prasarana untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk pangan. Perlu dilakukan pula percepatan distribusi pangan antar wilayah dan penguatan stok pangan nasional.
” Kami bersama Kemenkeu dan BUMN secara terpisah mulai menyediakan stok beras 779.352 Ton. Sebaiknya inflasi tidak terlalu jauh dari pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
10 Kabupaten Realisasi Bansos Terbesar
Menteri Dalam Negeri juga menyampaikan terkait realisasi belanja Bantuan sosial APBD yang juga terkait dengan kebijakan pengendalian inflasi di daerah. Menteri Tito menyebut 10 Kabupaten dari 414 Kabupaten yang terlapor sudah merealisasikan Bansos APBD.
Kabupaten Rote Ndao menjadi salah satu dari 10 Kabupaten realisasi Bansos APBD terbesar. Ke 10 Kabupaten tersebut secara berurutan yakni Kabupaten Malinau, Flores Timur, Rote Ndao, Sarmi, Timor Tengah Utara, Enrekang, Halmahera Timur, Bengkulu Utara, Majene dan Kabupaten Kepulauan Anambas.(Bidkom-DKISP)