Tarian Te’orenda dan Lagu Te’o Renda.
Tarian ini biasanya ditarikan utnuk menyambut tamu/pejabat dan pada kegiatan-kegiatan suka cita di kalangan masyarakat serta dilakukan secara berkelompok manpun massal. Lagu Te’o Renda, biasanya dinyanyikan oleh para pencinta musik sasandu dengan syair yang menggambarkan wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan para leluhur atas hasil panen yang mereka peroleh.
Lagu ini dinyanyikan dengan penuh semangat dan sukacita ketika hasil panen yang berlimpah itu telah dibawa ke rumah. Lagu Te’o Renda ini juga dinyanyikan atau disyairkan untuk menyambut para tamu atau pembesar yang berkunjung sebagai wujud nyata bahwa rakyat atau masyarakat di tempat itu menyambut para tamu tersebut dengan senang hati dan suka cita.
Tari Kaka Musuh
Tari Kaka Musuh/tari perang merupakan tari tradisional daerah Rote. Tarian ini menggambarkan kesiapan prajurit dalam menghadapi musuh. Selain itu, Kaka Musuh juga dipakai sebagai tari pengiring pasukan ke medan perang. Manfaat sekarang biasa dipakai untuk menyambut pembesar yang berkunjung ke daerah Rote, dan juga dipakai pada acara-acara adat lainnya seperti upacara kematian, pesta perkawinan, serta rumah baru dan acara-acara adat lainnya. Tarian Kaka Musuh sangat populer di Rote Ndao, diciptakan oleh seorang panglima tradisional dari Kerajaan Thie bernama Nalle Sanggu + pada abad 17 yang silam oleh karena di masa itu Kerajaan Thie menghadapi perang dari beberapa kerajaan di Rote yakni Kerajaan Dengka, Termanu, dan Keka. Ini akibat adu domba oleh kolonial Belanda.
Tari Tae Benuk
Tari Tai Benuk merupakan tari tradisional/tari pergaulan yang sangat popular dalam masyarakat Rote Ndao, biasa digelarkan pada acara adat seperti upacara perkawinan adat/pernikahan, peminangan, pelantikan tokoh adat, pesta rumah baru, dan sebagainya.
Tari dan lagu Ovalangga
Tari dan lagu Ovalangga merupakan tari garapan baru daerah Rote, yang sudah populer, yang menggambarkan sebuah kenangan pahit yang menyedihkan dilakukan oleh tentara Jepang terhadap rakyat di Pulau Rote pada tahun 1942.
Kaum laki-laki dipaksa berlayar ke Kupang untuk kerja paksa. Mereka sedih karena tinggalkan istri anak, dan keluarga sehingga lagu Ovalangga sebagai lagu kenangan di masa penjajahan.
Lagu Ofa Langga diciptakan pada tahun 1945 di Rote, tepatnya di Pelabuhan Pantai Baru pada masa penjajahan Jepang. Lagu ini menggambarkan tentang kehidupan orang Rote ketika menghadapi masa sukar sulit pada masa kolonial Jepang di mana semua orang laki-laki di bawa oleh tentara Jepang ke Kupang untuk dipekerjakan secara paksa (Romusha) bagi kepentingan kolonial. Ketika mereka berkumpul di Pelabuhan Pantai Baru menanti kapal atau perahu yang akan membawa mereka ke Kupang, kesedihan itu muncul tatkala mengingat akan istri, anak dan sanak saudara yang ditinggalkan di kampung halaman.
Dalam suasana hati sedih dan haru itulah terciptalah lagu Ofa Langga. Ofa Langga berasal dari kata ofa atau Ofak yang berarti perahu atau kapal dan Langga yang berarti Kepala. Lagu ini juga biasanya dinyanyikan oleh para penyadap lontar ketika sedang menyadap lontar karena mengenang kisah pada masa penjajahan Jepang itu.
Tari Sakaliti
Tari Sakaliti merupakan tari garapan baru, menggambarkan para petani sadap lontar bersiap-siap menyambut musim sadap lontar (musim gula/tuak) dengan senang hati dan bersukaria karena gula/tuak merupakan penghasilan pokok bagi orang Rote untuk kehidupan ekonominya.