Bupati Rote Ndao,Drs.Leonard Haning.MM dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah ( Forkopimda), Forum Kerukunam Umat Beragama (FKUB),Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), Forum Komunikasi Tokoh Adat Peduli Budaya (FKTAB) Tokoh agama, tokoh pemuda,tokoh perempuan dan masyarakat kabupaten Rote Ndao bertemu di rumah jabatan Rote Ndao, di dusun Ne’e Mok, desa Sanggoen, kecamatan Lobalain untuk menerima keluarga dan pelaku Jayadi Rusani,kasus ujaran kebencian lewat media sosial yakni facebook terhadap kelompok tertentu beberapa waktu lalu. Sikap dari bupati dan unsur Forkopimda,FKUB, FKDM,FPK, FKDM dan elemen lainnya adalah sama yakni kasus ujaran kebencian yang sedang ditangani pihak polres Rote Ndao perlu ditarik kembali karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk Rote Ndao ini terdiri dari berbagai perbedaan namun tidak boleh mengkotak-kotakan tetapi seharusnya dipersatukan demi kita bersama.
Adapun rangkaian acara ini dihadiri oleh Forkopimda, FKuB, FPK,FKDM, tokoh perempuan dan hadirin lainnya melakukan pertemuan dengan bupati di aula Rujab bupati kemudian dilanjutkan dengan prosesi adat, yakni pemotongan hewan dan pembacaan pernyataan permohonan maaf dari pelaku dihadapan semua undangan dilanjutkan dengan pemotongan seekor sapi sebagai bentuk dimulainya prosesi adat ini. sebagai simbol persatuan, bupati, wakil bupati masing masing tangan menyentuh darah sebagai saksi bisu dan saksi hidup dilanjutkan dengan salam dan do’a dari perwakilan pemuka agama di Rote Ndao dan dilanjutkan dengan buka puasa bersama.
Bupati Rote Ndao, Drs.Leonard Haning.MM dalam kesempatan ini memgatakan bahwa momentum atau peristiwa adat hari ini harus dipahami sebagai edukasi bagi setiap masyarakat bahwa perbedaan bukan alat untuk membedakan kita sesama saudara di wilayah ini sehingga momen budaya pada hari sifatnya mengikat dan tidak bisa direnggangkan lagi oleh siapapun apalagi hanya dari kelompok tertentu, oleh karena itu hal ini perlu disatukan lewat momen adat pada saat ini sehingga
sebagai orang Rote yang tetap berpegang teguh kepada budayanya perlu diselenggarakan acara ini.
Biarkanlah semua proses boleh berjalan tetapi kita harus mempunyai kemampuan untuk melupakan masa lalu sehingga dengan hadirnya agama dan lembaga lainnya maka harapan kita terlaksana untuk itu kita ada untuk menyampaikan kata hati dari paling dalam untuk disampaikan ke publik.
Jayadi Rusani, warga RT/RW, 001/001,kelurahan Namodale, kecamatan Lobalain mengaku telah bersalah atas postingan pernyataan yang mengandung ujaran kebencian di media sosial melalui akun facebook pada jumat (12/05)lalu.
Bahwa benar isi pernyataan yang diposting di media sosial melalui akun facebook telah mengakibatkan terjadi rasa tidak nyaman dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan bahwa benar perbuatan hukum ujaran kebencian yang dilakukan dengan cara memposting pernyataan dimedia sosial melalui akun facebook merupakan inisiatif sendiri.
Dan memohon maaf kepada bupati Rote Ndao, forkopimda, FKUB, FKDM, FPK, FKTAB, Tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan seluruh masyarakat dikabPaten Rote Ndao dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain dan berpotensi mengganggu keamanan dan kenyamanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di waktu mendatang. Selanjutnya, pernyataan bersalah dan permohonan maaf tersebut dibuat dengan sesungguhnya, tanpa paksaan dari siapapun dan /atau pihak manapun sebagai wujud tanggung jawab atas perbuatan hukum yang telah dilakukannya.
Sementara itu, Pdt.Dantje Ndoen, salah satu tokoh adat peduli budaya dalam kesempatan ini mengatakan bahwa inisiatif baik dari semua pihak perlu diapresiasi karena hal ini merupakan hal yang terbaik, bahwa ada peristiwa penghinaan atau ujaran kebencian terhadap kelompok tertentu maka sebagai manusia hal ini sakit namun tidak bisa dipungkiri bahwa tidak bisa tinggalkan budaya untuk tidak pernah pisahkan tetapi satukan perbedaan yang mencolok. Maka gagasan bupati Rote Ndao sebagai Maneleo Inahuk sangat diapresiasi dan kami tokoh adat sangat setuju terhadap gagasan cemerlang ini. karena lewat momen ini budaya dibangun lembali, kami dalam hal ini lembaga, berterimakasih kepada bapak bupati karena telah menjadi contoh budaya harus dilakukan dan telah nendukung kami untuk menangani setiap persoalan.
“kami pada prinsipnya menerima permohonan maaf ini dan tidak ada kata lain karena sebagai umat yang bertuhan dan beradat. Tak ada kata lain selain setuju dan harapan kami bahwa bagi saudara saudara, siapa saja yang ada tinggal di Rote, kiranya hal ini menjadi pelajaran berharga sehingga jangan terlalu gampang untuk mengeluarkan bahasa bernada provokasi yang bersifat menyakiti apalagi berhubungan dengan agama dan adat yg berpotensi memecah belah masyarakat”kata Ndoen.
Senada, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Pdt.Benyamin Zakarias, dalam kesempatan inipun menyampaiakan bahwa terhadap ujaran kebencian yang terjadi pada beberapa waktu lalu harus diapresiasi tindakan bupati sebagai kepala daerah dan juga sebagai “Maneleo Inahuk” untuk menghentikan kasus ujaran ini. FKUB intinya mengapresiasi hal baik ini, dan berharap agar kasus ujaran kebencian hanya terjadi sekali ini saja dan mereupakan hal terakhir karena menghindari hal yang tidak perlu dibuat sehingga tidak membuat kelompok lain tersinggung.
Harapan dari FKUB, bahwa ini merupakan pengalaman pertama dan pengalaman terakhir sehingga dikemudian hari jangan jatuh pada lubang yang sama agar tidak menciderai persaudaraan kita yang sudah bertumbuh lama dalam motto “ITA ESA” yang selama ini menjaga persatuan kita.
Terpisah,WaKapolres Rote Ndao, Kompol. Johanis Ch.Tanauw memberikan apresiasi pula kepada forkopimda, bahwa ini bukan hanya kehendak salah satu kelompok tertentu tetapi forkopimda, FKUB, Tokoh adat, tokoh agama dan elemen lainnya bersepakat untuk menerima permohonan maaf dari pelaku tersebut sehingga perlu diapresiasi namun demekian pihak penyidik tetap melakukan proses secara hukum, sehingga saat ini sudah kita periksa, dan melakulan penahanan terhadap bersangkutan. Namun dengan adanya kesadaran dan kesepakatan dari semua elemen, kita harus sadar bahwa tidak semua kasus mesti berakhir atau ending di ranah hukum, sehingga kalau dari tokoh adat, tokoh agama dan elemen lainnya menghendaki nanti pihaknya akan melihat kembali kasus ini, karena ini sudah membawa lembaga maka kita akan proses lagi apalagi saat ini dihadiri oleh forkopimda yang terjun langsung dan terlibat dalam proses ini.
“saya menghimbau kepada semua pihak untuk belajar dari kesalahan ini, untuk lebih berhati-hati menyampaikan hal-hal yang tidak perlu untuk merusak hubungan persaudaraan di kabupaten Rote Ndao, kita mesti berhati-hati karena untuk merusak sebuah masa yang besar itu dimulai dari isu agama dan etnis”kata Tanauw. (humas-rn)